Kamis, 19 Januari 2012

aku kau yang aku

sebetulnya kamu siapa? apa yang kamu mau? mengapa? kapan? dimana? bagaimana? tanda tanya yang begitu banyak bertebaran mengisi lamunan. berusaha mengikuti langkahmu tapi terlalu abstrak jalan yang kau pilih sehingga bingunglah aku mengikutimu. ketika jalan itu lurus bebas hambatan, kupergoki kau beberapa kali berhenti sejenak menghentak-hentakkan kaki seperti anak kecil yang tidak diberi permen oleh ibunya. kamu kenapa? kenapa kamu? marah? mengapa? tidak ada yang harus dipermasalahkan? apa yang salah dari jalan bebas hambatan ini? kamu menggeleng lalu melanjutkan perjalanan dan aku terus mengikutimu dari belakang. kamu berhenti lagi di depan batu kecil, kali ini tidak hanya menghentak-hentakkan kaki tapi kau juga berteriak histeris, menangis sejadi-jadinya. hei kamu kenapa? ada yang salah dengan kerikil itu? kamu mengangguk tapi mulutmu tetap tertutup rapi. bicaralah.. mungkin aku bisa bantu? kamu tersenyum kecil menyembunyikan emosimu yang sebenernya masih berapi-api lalu berjalan kembali. di tengah perjalanan kami berjumpa dengan batu besar yang menghalangi jalan kami. lagi-lagi kamu berhenti, menatap batu itu dengan amarah yang begitu besar tapi semacam tidak berdaya sehingga hanya tangis yang dikeluarkan. tidak lai melanjutkan perjalanan, kau duduk penuh dengan keputusasaan dan melamun tanpa mengucapkan sepatah katapun, seketika api kehidupanmu meredup. aku berusaha membuatkan obor, namun tidak sedikitpun kau toleh. hmm ok maumu apa? kau diam.